Kampus tidak Selucu itu (Refleksi dan Proyeksi)
Pemilu BEM FIS UNP hadir kembali, tradisi tahunan ini bukan karna semata-mata tuntutan kelembagaan namun sebagai bukti kepedulian mahasiswa terhadap kampus dan bangsanya. Menengok kebelakang dalam sejarah politik kampus, zaman pemerintahan Orde Baru dikenal sebuah program NKK/BKK yang melemahkan partisipasi mahasiswa dalam menjaga stabilitas kondisi sosial. Dasarnya adalah membungkam mahasiswa dalam berpendapat. Akibat dari kebijakan ini mengkebiri kebebasan intelektual, mahasiswa dilarang berpolitik ataupun melakukan aktifitas politik. Gerakan mahasiswa pun akhirnya “tertidur”.Kebijakan NKK/BKK ini kemudian lebih diperketat lagi ketika Mendikbud dijabatoleh Nugroho Notosusanto. Pemerintah memberlakukan transpolitisasi yaitu ketika mahasiswa ingin berpolitik, mahasiswa harus disalurkan melalui organisasi politik resmi semacam Senat, BEM, dan lain-lain, di luar itu dianggap ilegal.
Terlebih
system kredit sks yang diberlakukan telah menjadikan mahasiswa apatis dan hanya
mementingkan ranah akademisi. Sehingga aktifitas mahasiswa hanya pada orientasi
lulus singkat dan nilai dengan predikat memuaskan. System sangat mempengaruhi
bagaimana individu dalam bertindak, namun kebijakan terus berevolusi dan
kondisi hari ini berbeda dengan kondisi dimasa lampau. Mahasiswa diberikan
kebebasan dalam menyuarakan pendapat. Tridarma perguruan tinggi mejadi dasar
pergerakan mahasiswa, fungsi akademis, peneliti, dan pengabdi menjadikan
mahasiswa sebagai harapan utama dalam menjaga ibu pertiwi. Dimana ada
penindasan disitu ada perjuangan. Akhir-akhir ini BEM FIS UNP dipandang sebagai
organisasi eksekutif berbasis event, dalam pemahaman sempit BEM sebagai sebuah
bentuk lanjutan dari OSIS. Tuntutan program tahunan melemahkan semangat
pergerakan mahasiswa.
Meskipun atmosfir
politik tidak lagi seperti dahulu, namun saya rasa pengaruh-pengaruh kebijakan
NKK/BKK masih dirasakan, entah disengaja atau kebetulan. Jika disengaja kita
anggab saja sebagai konspirasi, jika kebetulan maka anggab saja pemerintah orde
Baru suskses sehingga nilai-nilai dan aturan yang ditanamkan tadi
terinternalisasikan ke pola pikir mahasiswa dampaknya ini menjadi budaya
mahasiswa zaman sekarang. Bukan menyalahkan atau membantah kegiatan-kegiatan
orientasi akademis, namun buktinya lembaga eksekutif difakultas yang pernah saya
tempati disibukan dengan lokakarya, dan event-event lainnya. Sehingga
terlalu sibuk untuk meluangkan waktunya dalam kajian-kajian sosial, saya
melihat adanya hegemoni yang melenakan dan membiarkan mahasiswanya dikejar oleh
program-program event tadi.
Sejatinya
organisasi adalah wadah dalam membangun karakter diri, kerjasama, komunikasi,
dan pendewasaan. Bukan hanya orientasi pribadi yang perlu dicapai namun
sejatinya mahasiswa adalah alaram jika kondisi sosial Indonesia diambang batas
kewajaran. Maka jangan terlena, berikanlah program-program yang memang
mengembalikan roh kemahaiswaan di fakultas ilmu sosial. Memang ranah nya
fakultas namun tidak tertutup kemungkinan dalam bertindak lebih sekdedar
penyemarak kegiatan fakultas. BEM Fakultas menjadi ujung tombak dan lembaga
terpenting dalam pembentuk karater mahasiswa FIS. Kondisi sekarang sangat
bertolak belakang dengan semangat RED warior yang didoktrin tiap tahunnya ke
mahasiswa baru. Semangat merah menjadi lambang semangat perjuangan. Fakultas
ilmu sosial dangan latar belakang mahasiswa ilmu-ilmu sosial hakikat memahami
kondisi-kondisi sosial masyarakat luas. Berikan pendidikan karakter sebagai
agen perubahan kebiasan “tertidur”pada mahasiswa FIS. Saat ini malah Unit unit kegaitaan yang
turun langsung dalam masalah mentalitas ini. BEM FIS bantu dan tunjukan bahawa
lembaga eksekutif mampu merubah pola pikIr mahasiswa FIS. Berikan pemahaman
mahasiswa sebagai penjaga nilai, sebagai contoh (moral force) dan sosia control.
Namun ada catatan penting
dalam pembahsan ini. Politik kampus sebagai ajang pembuktian siapa yang paling
pantas, Kepantasan ini dilihat dari seberapa rendah kepentingan dari luar dan
seberapa besar kepentingan atas kesejahteraan seluruh element di fakultas.
Arena politik memang tidak bagus untuk orang-orang yang terlalu banyak
kepentingan. Memang sejarah hidup manusia adalah sejarah perjuangan. Hal hal
ini sangat langka sehingga butuh "sedikit" dinamika untuk
mendapatkannya. Namun ini yang menjadi nasehat bagi kita, kelucuan politik
mebuat orang-orang melupakan sisi kemanusiaan nya. Banyak kepentingan menjadi
problema perebutan kekuasaan .Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak
merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara
sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi.
Menjadi seorang tokoh memerlukan Modal Sosial yang baik, bahkan media masa
mampu membangun modal seseorang. Tapi bukan itu yang terpenting menurut kajian
pierberdu habitus menjadi hal utama dalam modal sosial sesorang.
Setiap arena sosial
menawarkan isu (hal yang diperebutkan) yang spesifik. Arena politik memberikan
berbagai pengaruh terhadap nilai sesorang, bahkan bertentangan dirinya. Jangan
heran jika berbohong, pencitraan, dan isu terhadap lawan menjadi hal yang
lumrah dalam politik. Tidak ada istilah jujur, bahkan saya pernah mendengar
kalimat “kalah akibat terlalu bersih” artinya kepalsuan sudah menjadi makanan
dalam politik. Arena politik menjadikan sikap-sikap negative tadi sebagai modal
dalam memperoleh kedudukan. Saya rasa ini yang dimaksutkan dengan konsep hewan
yang berpolitik, memang politik sebagai pembeda manusia dengan hewan untuk itu
dalam perebutan kepentingan manusia melakukannya dengan cara-cara yang elegant.
Orang-orang akan mati-matian mendapatkan hal yang diperebutka sehingga lupa
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang kita anut.
Pemilu BEM FIS musti
sehat, tidak ada lagi kepentingan atas kepentingan tidak lagi menggunakan
cara-cara pahit yang akan memecah belah. Jika kawan-kawan resah
dengan kondisi politik saat ini maka sufi lah dalam memahami nilai. Sesunggunya
mahasiwa adalah penerus perpolitikan bangsa. Mulailah dari hal yang kecil, jika
politik kampus hanya sebagai pendidikan karakter maka ingat karakter apa yang
ingin diperoleh setelah ini. Sangat tidak setuju jika karakter negative tadi
yang akan akan melekat kepada diri kawan-kawan.
Modal sosial kejujuran
tidak beraku diarena politik sebuah pembuktian Habitus seorang penipu ulung.
Tapi sebaik-baiknya pribadi adalah yang mampu mengubah arena sesuai dengan
pribadinya yang berdedikasi dan mengabdi sepenuh hati. Jangan paksa sisi
manusiawi untuk bersikap seperti hewan. (Abdi Muhammad, Alumni FIS UNP,
Mahasiswa Pascasarjada FISIP UNAND)
Komentar
Posting Komentar