Apa itu Seni? Sebuah Pendekatan Ontologi
Apa
itu Seni ? sebuah pendekatan Ontologi
Penulis. M.abdi Azzara
Penulis. M.abdi Azzara
Seni
merupakan kompenen penting dalam suatu masrakat, bahkan masyarakat yang
sederhana dalam struktur kebudayaanya pasti memiliki kesenian tersendiri. Seni sebagai identitas masyarakat
dan seni sebagai pemersatu bangsa. Melalui berkesenian masyarakat memiliki
ruang untuk berinteraksi dalam konstruksi emosional. Tidak heran jika seni
selalu berkembang tiap waktu. Seni menurut Thomas Munro dalam Soedarso adalah
karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman batinnya. Maksutnya
melalui seni individu mampu menjelaskan kondisi psikologis baik itu dalam
kondisi nyata maupun fantasi yang di hadapi melalui perwujudan ekspresif dan
emosional.
Seni sering dianggab sebagai sebuah keterampilan/
cara yang didalam tindakannya dituntut kemampuan improvisasi. Tidak jarang kita
mendengar istilah “Seni dalam Memikat Wanita” atau “Seni dalam Berpolitik” dan
sebagainya. Ini salah satu contoh bahwa beragam persepsi terhadap pemahaman
seni. Namun bagaimana dengan pemahaman baku tentang seni? Seperti seni music,
tari, seni rupa, theater, dan sastra. Memang dalam sebuah seni mutlak memiliki
tiga komponen, yaitu pelaku, penikmat, serta karya, keseluruhannya ditayangkan
melalui pertunjukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Istilah “seni
dalam memikat wanita” atau “seni dalam berpolitik” dan sebagainya apa perlu
dikoreksi perihal penggunaan kata seni? bagi sebagaian masyarakat ini adalah
sebuah gaya bahasa, dan tidak masalah jika kata seni digunakan. Namun seni juga
sering dianggab sebagai sebuah keterampilan yang tinggi. Secara bahasa seni biasa disebut art (Inggris) asr (Latin) dan techne
(yunani) jelas seni secara bahasa berarti teknik, yaitu kemahiran atau
keterampilan yang tinggi guna menghadapi permasalahan manusia. Ini adalah
sebuah kondisi paradoks dan bertentangan dengan filsafat seni, maka perlu kita
ulas ontology seni itu sendiri.
Berbicara
tentang seni yang idialis perlu memulai dari akar pemikirannya. Seni secara
filosofi adalah kebenaran, estetika, dan emosional. Manusia merupakan makluk
yang diberi kelebihan dalam penciptaannya. Salah satu buktinya adalah dimana
ada manusia disitu ada kesenian. Tolak ukur pembeda antara manusia dan makluk
lain adalah budaya, dan seni murapakan bagian dari kebudayaan. Manusia bukan
hanya memiliki kemampuan untuk menggas pemikiran, tapi juga mampu mengemasnya
dengan ekspresif. Keseluruhan barawal dari akal melalui cipta rasa dan karya.
Jika seni secara filosofi adalah kebenaran maka para seniman seharusnya memiliki sikap yang baik dan penuh
estetika. Dasarnya akal sebagai sumber kebenaran dan diperoleh melalui seni.
Kebenaran tidak dibawa sejak lahir tapi perlu untuk di cari secara mandiri.
Ketika individu telah memiliki filosofi seni maka ini akan mempengaruhi
kebenarannya yang relative. Seni diperoleh malalui pengalam melalui panca
indra, melihat, mendengar, mencium, dan merasakan. Seni itu sendiri merupakan
realitas melalui penghayatan, bahkan seni hidup dan berkembang dalam sebuah
realigi melalui ritual-ritual. Ini membuktikan bahwa sebuah seni mutlak
memiliki kebenaran, memiliki moralitas yang tinggi dan nilai yang pantas bagi
masyarakat.
Kebenaran
dalam karya seni tidak terlepas dari kebenaran akan keindahan. kebenaran adalah
nilai pada suatu objek dan keindahan merupakan kondisi yang enak di pandang,
bagus, elok, dan cantik. Kebenaran dalam seni tidak luput dari kebenaran nan
filosofis, karna dalam proses penciptaannya dibutuhkan perenungan yang
mendalam. Seni bukan hanya sebuah interpretasi, melainkan transformasi
nilai.yang diterapkan dalam bentuk karya. Seni mampu mengubah periaku seseorang
dan seni adalah sebuah cara dalam berkomunikasi. Itu sebabnya kita dapat
menemukan pesan-pesan didalam sebuah karya.
Seni
bukan hanya sekedar karya jadi, tapi juga perihal bagaimana proses penciptaanya.
Artinya menyangkut segala aktifitas manusia dalam proses penciptaannya, mulai
dari seniman itu sendiri. Sebagai subjek tentunya penciptaan tergantung dari
pengalaman-pengalaman batinya. Bagaimana kualitas moral, estetika, dan nilai
yang diciptakan tergantung dari kualitas kebenaran seniman itu sendiri. Seniman
butuh kemampuan imajinatif, ekspresif dan kemampuan interpretasi yang menarik.
Lalu bagamana seniman bisa menciptakan sebuah karya? Tentunya ini melalui metodologi
tersendiri. Seniman perlu memiliki pengalaman-pengalaman khusus sebagai sumber
sebuah karya. Misal pengalaman akan lingkungan, maka tercipta aliran
Naturalism, pengalaman tentang kondisi masyarakat maka tercipta aliran Realisme
dan pengalaman terhadap nilai-nilai fantasi, indah namun irasional maka
tercipta aliran romantisme. Semuanya tergantung pengalaman batin dari seorang
seniman. Sebuah penciptaan tidak terlepas dari status sosial dan nilai yang
dianut seorang seniman. Seni mewakili segala hal dalam kehidupan manusia yang
sangat kompleks. Kaum buruh punya cara dalam menginterpretasikan penglamannya
dalam bentuk yang estetik dan imajinatif, sama halnya dengan kaum bangsawan.
Begitu pula dengan seniman dalam etnis, suku bangsa, dan agama.
Tanpa
seniman tidak akan ada sebuah karya seni. Karya seni merupakan hasil dari
interpretasi seorang seniman dalam bentuk wujut dua dimensi, tiga dimensi, wijud audio, dan audio visual.
Karya seni ini harus bisa dinikmati kalayak umum, maka sebuah karya belum bisa
dikatakan karya jika belum bisa dinikmati orang banyak. Karya seni perlu untuk
diberi apresiasi, yang sering kita sebut dengan pameran, pementasan dan
sebagainya merupakan bentuk upaya apresiasi, mulai dari menggali, menilai, dan
menghargai. Sesungguhnya esensial dari wujud karya seni adalah nilai, sesuai
dengan interpretasi seniman maupun public seni/ Aspresiator.
Aspresiator
menjadi kompenen penting dalam proses penghayatan suatu karya, maka public seni
sebagai penikmat dijadikan kompenen penting dalam Konsep seni. Aktifitas seni
dapat diumpamakan dengan proses interaksi. Interaksi antara seniman dengan
public seni. Meskipun bukan secara langsung namun tetap kita bisa menemukan
kontak sosial di dalamnya. Seni bukan hanya masalah seniman dan karya, seni adalah
komunikasi, seni adalah pesan. Bahkan seni mampu mengatur cara perilaku
seseorang. Kebenaran tadi yang membuat sebuah karya meiliki nilai dan nilai
inilah yang nantinya akan mengalami proses sosialiasi, perlahan-lahan pesan
yang ingin disampaikan dapat diresapi dan diinternalisasikan oleh masyarakat.
Itulah
yang kita maksut dengan seni, kata seni di Indonesia sangatlah luas, bahkan
penggunaan seni dipakai untuk memperhalus kata kencing, menjadi air seni.
Sungguh ironi, tapi disinilah kita mampu memahami keberagaman bahasa Indonesia.
Kata seni memiliki riwayat peristilahan yang tidak sederhana. Jika dilihat
sumber kata seni dalam bahasa Indonesia tidak begitu jelas asal usulnya. Tapi
setelah memahami ontology seni itu sendiri mungkin pembaca dapat kembali
merenungkan apa yang dimaksut dengan seni, dan apa esensial dari seni itu
sendiri. Demikian tulisan ini semoga dapat menambah wawasan kita, mohon untuk
memberikan sanggahan dan mari kita awali dengan sebuah diskresi diskusi kreatif
dan sisteatis.
Sumber.
Koentjaraningrat.
1965. Pengantar Antropologi, Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Indrayuda.
2012. Eksstensi Tari Minangkabau. Padang:
UNP Perss
Sumardjo,
Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung:
ITB
Komentar
Posting Komentar