Meramal Kondisi Indonesia Satu Dekade Mendatang
Kemajuan
teknologi telah banyak mengubah perekonomian dunia, khusus nya di bidang
industri dan perdagangan. Telah banyak
negara berkembang berpindah status menuju negara maju, hal ini
membuktikan semakin pesatnya perkembangan dunia. Indonesia salah satu negara
yang baru-baru ini mendapat gelar sebagai negara maju. Keajuan infastruktur dan
gaya hidup sepertinya mendukung negara ini untuk mendapat predikat tersebut.
Disisi lain Indonesia masih terbelakang soal sumber daya manusia. Ini akan
menjadi masalah tersendiri terutama dalam menghadapi isu Revousi industri 4.0.
Studi
menyebutkan istilah revolusi industri 4.0 pertama kali muncul pada 2012, ketika
pemerintah Jerman memperkenalkan strategi pemanfaatan teknologi yang disebut
dengan Industrie 4.0. Industrie 4.0 sendiri merupakan salah satu
pelaksanaan proyek Strategi Teknologi Modern Jerman 2020 (Germany’s
High-Tech Strategy 2020).
Revolusi
Industri telah mengubah cara kerja manusia dari penggunaan tangan menjadi
menggunakan mesin. Istilah "Revolusi Industri" diperkenalkan oleh Friedrich
Engels dan Louis-Auguste Blanqui di pertengahan abad
ke-19. Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung
secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di
dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa
direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui
kekerasan.
Revolusi
Industri 4.0 menjadi tantangan dan peluang bagi bangsa sejatinya kita perlu
kesiapan dalam menghadapinya. Siapapun yang menolak perubahan pasti akan
tertinggal karena perubahan adalah suatu keniscayaan. Perubahan dapat bersifat
gradual, dapat pula bersifat sistematis. Salah satu bentuk perubahan yang
paling nyata adalah globalisasi. Interaksi antarindividu, antarkomunitas,
hingga antar bangsa terjadi dengan cepat. Para ahli menjelaskan perubahan
sebagai dimensi waktu. Dunia terhubung hanya disekat oleh batas maya. Perubahan
selalu memberikan tanda nyata dan memiliki jejak dalam kehidupan manusia.
Perubahan dalam fase kehidupan manusia ditandai banyak hal, salah satunya
adalah perubahan dalam era industri.
Revolusi
industri 4.0 meberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap kondisi Negara
Indonesia, revolusi ini meiliki karakteristik menggunakan instrumen robotic, system intelegency yang membantu
pekerjaan, serta teknolgi simulasi. Artinya untuk menandingi teknologi tersebut
sejatinya masyarakat perlu memiliki kemampuan dan keterampilan untuk
menjalankan instrumen tersebut. Akan tetapi kenyataannya Indonesia masih jauh
akan hal tersebut.
Revolusi
industri 4.0 dikabarkan akan hadir di Indonesia pada awal 2030. Isu ini
seharusnya menjadi cambuk untuk pemerintah agar menyiapkan SDM yang unggul dan
terampil. Peningkatan pendidikan menjadi ujung tombak kemajuan sebuah bangsa. Ada
hal yang perlu dikritik untuk kasus ini, pemerintah yang mulai melirik sistem
pendidikan barat sebagai kiblat modernitasnya padahal Indonesia memiliki
beragam kearifan lokal dibidang pendidikan. Sebut saja pendidikan Surau di
Sumatra Barat, tidak semua tentang negara barat pantas untuk ditiru. Belum lagi
soal gaya hidup menjadikan barat sebagai arah modernitas sepertinya bukan
solusi dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Sebagian
besar masyarakat Indonesia sekilas sudah pernah mendengar konsep revolusi
Indutri 4.0 akan tetapi sedikit dari mereka yang memahami konsep tersebut
sebagai tantangan, terutama dikalangan kampus yang sering kali membicarakan hal
ini di seminar-seminar. Fenomena yang kita saksikan saat ini seperti salah
kaprah, orang-orang bukan nya menambah kapasitas diri akan tetapi cenderung
mengikuti kehidupan modern yang berkiblat ke barat. Revolusi Industri 4.0 Bukan
berarti hidup seperti negara-negara barat dalam persoalan gaya hidup, namun
berfikir dan punya etos kerja seperti mereka.
Sebelumnya
Indonesia telah menglami gejolak revolusi, sebut saja tragedi Trisakti sebagai
bukti pahitnya gejolak di tanah air ini yang dipicu oleh krisis ekonomi hingga
mengganggu seluruh tatanan Negara. Konflik-konflik antar agama dan kecemburuan
sosial tidak dapat dipungkiri. Akan kah refolusi 4.0 juga akan berakibat cultural shock bagi kita? Sulit untuk
menerka kondisi sepuluh tahun mendatang. Dari segi sikap tentunya perlu optimis
dalam mengahadapi gejolak yang akan datang, akan tetapi kenyataannya masih
banyak masyarakat kita yang meiliki pendidikan rendah serta resistensi yang
mengaburkan identias.
Penerapan
modernisasi di Indonesia tampak kurang serasi, karena pemahaman akan konsep
modernisasi ini tidak seperti yang dimaksudkan oleh konsep itu sendiri. Karena
itu pula landasan berpikir dan penggunaan teori dalam konsep pembangunan
masyarakat dengan modernisasi tampaknya kurang mendasar. Salah kaprah ini yang
nantinya menjadi penyebab kegagalan dalam menghadapi isu Revolusi Industri 4.0.
ditahun 2030 diperkirakan jumlah usia produktif lebih besar ketibang usia non
produktif. Artinya akan ada lonjatan jumlah pencari kerja. Yang akan mengantri
untuk mendapatkan pekerjaan, padahal ditahun tersebut sekiranya pekerja telah
digantikan oleh teknologi berbasis AI. Instrumen-instrumen inilah yang nantinya
akan menjadi konflik tersendiri dalam tatanan masyarakat Indonesia. Perang
antara manusia dan mesin mungkin saja terjadi. Dan ini menjadi sudah diramalkan
jauh sebelum negara ini merdeka.
Tidak
mengherankan apabila kemudian pembangunan sebelumya yang telah dilakukan selama
tiga dasawarsa bisa terpuruk seketika
oleh peristiwa moneter, yang keadaan itu bisa menunjukkan bahwa model
pembangunan adalah tidak mendasar dan berakar pada masyarakat Indonesia. Begitu
juga dengan persiapan dalam menghadapi revolusi 4.0 jika model pembangunan masih
tidak mendasar dan berakar pada masyarakat Indonesia maka dapat dipastikan
Revolusi Industri 4.0 bukan sebagai kabar gebira melainkan bencana yang
nantinya akan merusak tatanan Negara Indonesia.
Apabila
mengacu pada teori David McClelland tentang the need for achievement
(n-Ach), maka tingkat perkembangan masyarakat sebenarnya bisa diukur dari
besarnya dorongan untuk berprestasi dalam masyarakat itu sendiri. Bentuknya
bisa dari perbandingan antara tingkat produksi dengan tingkat konsumsi,
masyarakat yang tidak ‘membangun’ adalah suatu bentuk kehidupan yang tingkat
konsumsinya lebih besar dari tingkat produksi. Sedangkan di Indonesia sendiri
masyarakatnya cendrung untuk bersikap konsumtif, alhasil bagaiana membangun SDM
yang unggul jika kondisi ini asih tetap hidup dan mendarah daging di kehidupan
masyarakat.
Keberanian
untuk mengambil resiko sepertinya tidak begitu dianggap bernilai tinggi pada
masyarakat Indonesia, bentuk yang paling umum dari keadaan ini yaitu mentalitas
sebagai pegawai (pegawai negeri) masih mendominasi bursa tata kepegawaian
dibandingkan bentuk-bentuk kemandirian lainnya. Bentuk dari rendahnya n-Ach ini
adalah belum berkembangnya kesadaran atau arti pentingnya tentang suatu
tanggung jawab atau disiplin sebagai suatu bentuk kesadaran dari keterlibatan
fihak-fihak lain diluar kesadaran tentang dirinya sendiri.
Keterbelakangan
Negara-negara dunia ketiga dan hadrinya bentuk penjajahan baru menjadi
pembahasan penting saat ini. Semestinya seluruh element masyarakat menyadari
akan hal ini. Revolusi Industri 4.0 sejatinya memberikan dampak positif bagi
Negara-negara yag siap akan kondisi tersebut. Di negara tetangga seperti
Singapura Revolusi Industri 4.0 tidak menjadi bahsan yang terlalu menguras
tenaga karna dari segi pendidikan saja mereka jauh melampaui kita, salah
satunya guru menjadi profesi paling dihormati.
Dalam kajian kurun waktu yang berbeda Arief dan Sasono
mencoba menguji proses pembangunan Indonesia setelah era kemerdekaan, khususnya
pada masa pembangunan ekonomi pemerintahan orde baru; obyek kajiannya
menggunakan lima tolok ukur, yang akhirnya pada suatu kesimpulan bahwa situasi
ketergantungan dan keterbelakangan sebagian besar telah atau sedang mewujud di
Indonesia (Arief-Sasono, 1991: 134). Lima tolok ukur yang digunakan yaitu :
1.
Pertumbuhan
Ekonomi, pada masa ini ditandai dengan
semakin lebarnya perbedaan antara kelompok yang mampu dan kelompok yang tidak
mampu dengan ciri golongan miskin ternyata menjadi semakin miskin; keadaan ini
bisa terjadi karena hancurnya industri kecil di perdesaan diserta dengan
berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian dengan tidak diimbangi oleh
timbulnya peluang kerja di sektor industri di perkotaan;
2.
Penyerapan tenaga Kerja, Industri yang dikembangkan
dengan semangat teknologi padat modal ternyata ‘tidak banyak menyerap tenaga
kerja’, sementara sektor pertanian yang telah mengalami derasnya proses
mekanisasi tidak lagi mampu menampung tenaga kerja sebesar yang pernah dimiliki
pada masa sebelumnya. Dalam keadaan yang demikian, maka tenaga kerja tidak
memiliki pilihan lain yang tersedia, kecuali tterjun dalam pasar tenaga kerja
sektor jasa;
3.
Proses Industrialisasi, proses industrialisasi yang terjadi
di Indonesia merupakan proses industri subtitusi impor yang dikembangkan
memiliki sifat ketergantungan modal dan teknologi asing yang tinggi, dengan
demikian pertumbuhan ekonomi yang terjadi bukan merupakan pertumbuhan ekonomi
yang bersentrum kedalam negeri, dan tidak berdasar pada dinamika yang ada;
4.
Pembiayaan pembangunan, karena sifat pertumbuhan ekonomi yang dimiliki dan
model industrialisasi yang dipilih, mau tidak mau, hanya memiliki satu pilihan
yaitu kebutuhan untuk selalu memperoleh modal asing, fenomena yang jelas
menggambarkan suatu ketergantungan kepada fihak lain;
5.
Persediaan
Bahan Makanan, bahwa sampai akhir tahun 1970 ternyata bangsa Indonesia
belum memiliki kemampuan swasembada pangan, sehingga tidk mengherankan bila
banyak dijumpai kebijaksanaan yang mengarah pada pencapaian tujuan ini.
Dari lima
indicator tersebut membuktikan Indonesia telah mengalami ketergantungan sejak
era politik Orde baru. Ketika Indonesia gagal dalam mengahadapi revolusi
industri 4.0 maka bukan tidak mungkin jika indicator tersebut akan lebih parah, negara berkembang seperti Indonesia dipaksa
untuk mengikuti revolusi ini, sehingga nantinya akan meningkatnya
ketergantungan dan keterbelakangan negara ini, seperti yang dikatakan Arief dan
Sasano indicator pertama adalah pertumbuhan ekonomi. Mudah saja untuk
meramalkan kondisi Indonesia 10 tahun mendatang, jika memang pemerintah tidak
siap untuk mewujudkan SDM yang bermutu maka bisa dipastikan industri kecil
dipedesaan akan runtuh dengan sendirinya mengingat industri-industri besar
telah meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksinya, akibatnya kesenjangan
ekonomi akan terlihat kontras dimasa yang akan datang
Sepuluh tahun
yang akan datang mengingat perkiraan jumlah penduduk usia produktif lebih
tinggi ketimbang non produktif maka akan menjadi problem dari penyerapan tenaga
kerja. Revolusi 4.0 yang lebih banyak menggunakan tenaga robotic dan Kecerdasan
buatan yang mengakibatkan banyak tenaga kerja baru yang akan kebingungan dengan
kondisi tersebut. Bahkan untuk menjadi wirausaha tidak akan membantu jika
skalanya masih tafar rumahan. Sekali lagi ini akan menambah jumlah pengangguran
di Indonesia.
Cirri-ciri
masyarakat modern adalah tingkat konsumsi yang tinggi maka ketika Indonesia
masih disibukan dengan pembangunan fisik maupun sosial negara negara maju tidak
lagi bersikap konsumtif melainkan membangun budaya menabung.
Indonesia
meskipun tergolong negara yang kaya akan sumber daya alam masih saja mengipor
kebutuhan pokok dari negara lain, sebut saja besar thailad. Indonesia mayoritas
masyarakatnya bertani danneayan tetunya cukup untuk mengatasi masaah pangan.
Indikator yang ketiga adaah proses industriaisasi, diperkirakan saat Indonesia
telah sampai pada titik revolusi 4.0 pemerintah juga akan mengimpor tenaga
kerja asing yang mampu untuk mengoperasikan alat-alat modern tersebut. Hal ini
malah akan memperparah ketergantungan yang terjadi.
Belum lagi
masaah pembangunan yang kian memaksa, negara-negara berkembang seperti
Indonesia akan di persulit persoalan modal, sekarang saja Indonesia masih
melakukan peminjaman modal kenegara-negara maju soal pembangunan. Terlebih
nanti untuk memasuki era baru 4.0 indonesia membutuhkan modal untuk membeli
peralatan-peralatan canggih dan kecerdasan buatan guna membantu kerja manusia.
Sekali lagi soal hutang piutang tidak akan selesai dinegara ini.
Revolusi
industri 4.0 perlu disikapi secara serius jika memang Indonesia sudah memulai
untuk terlibat dalam arus globalisasi maka revolusi ini harus dihadapi. Namun
masyarakat juga harus menyadari kondisi ini bukan hanya tanggung jawab
pemerintah melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia.
Semoga
melalui tulisan ini kita mampu memahami secara luas kondisi Negara ini dalam
arus globalisasi. Dengan mencuatnya isu Revolusi Industri 4.0 tentunya menjadi
kritik mendalam bagi kita agar tidak berlama-lama terjebak dalam arus global
yang membuat bangsa kita semakin ketergantungan dan terpuruk dengan sendirinya.
Komentar
Posting Komentar