Perubahan Fungsi Tradisi Simuntu dalam Kehidupan Masyarakat Koto Gadang VI Koto
ABSTRAK
M. ABDI AZZARA. “Perubahan Fungsi tradisi Simuntu dalam Kehidupan Masyarakat
Nagari Koto Gadang VI Koto. Skripsi, Program
Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Padang, 2018
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
perubahan fungsi pada tradisi Simuntu. Pokok permasalahan dari
penelitian ini adalah tentang bentuk perubahan fungsi tradisi simuntu sehingga
mampu untuk menemukan faktor penyebab perubahan tersebut. Permasalahan
dianalisis menggunakan teori perubahan tindakan Talcot Parsons dalam paradigma
Struktural Fungsional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek
penelitian adalahpelaku tradisi simuntu serta tokoh masyarakat yang bertindak
selaku ninik mamak dalam perkembangan adat istiadat dan budaya lokal.
Pengumpulan data dilakukukan melalui observasi, studi dokumen, dan
wawancaraHasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tradisi Simuntu yang ada di Nagari Koto Gadang VI
Koto muncul pasca peristiwa perang paderi
kemudian bentuk perubahan dibagi menjadi dua yaitu periode Kolonialisme hingga Zaman Pemerintahan
Orde Lama dan Orde baru hingga sekarang. 2. Tradisi Simuntu daerah Koto Gadang
saat ini sudah mengalami perubahan
dari segi fungsi. Proses awalnya Simutu dilestarikan dalam pertunjukan tradisi kesenian tahunan serta
dikelola secara koektif. namun dalam proses perkembangannya saat ini Simuntu lebih cendrung digunakan sebagai
fungsi Self Orientation 3. Perubahan yang terjadi
pada Tradisi Simuntu merupakan upaya dari masyarakat guna proses adaptas tradisi, serta faktor yang mempengaruhi ditinjau dari kondisi internal dan eksternal dari masyarakat itu sendiri seperti pemahaman akan
budaya local yang rendah, sosial budaya, modrenisasi, kondisi pemerintahan, dan ekonomi masyarakat setempat.
Kata kunci: Perubahan Fungsi, Tradisi Simuntu
A. Pendahuluan
Istilah Simuntu ini dapat diartikan
sebagai sebutan atau panggilan untuk orang yang berpakaian terbuat dari ijuk
maupun karisiak (daun pisang yang sudah mengering). Selain itu muka ditutupi
dengan topeng yang terbuat dari kertas karton dan dilukis dengan seram. Jika
diartikan Secara etimologis Simuntu terdiri dari dua suku kata yaitu si dan
muntu, si itu sendiri menyatakan seseorang dan muntu dalam bahasa Minangkabau
berarti pisau yang sudah tumpul, kata tumpul dapat di artikan sebagi bodoh.
Jika dipahami Simuntu merupakan orang yang berpakain jelek dan sekaligus bodoh.
Kehadiran Simuntu mengajarkan kepada anak-anak bahwa hantu itu tidak ada.
Ketika seorang anak menyaksikan pertunjukan Simuntu, sebelumnya sudah di
berikan pemahaman oleh orang tuanya, bahwa yang ada di dalam sosok yang
mengerikan tersebut hanyalah manusia pada umumnya. Sehingga perasaan takut akan
sosok gaib yang ada di fikiran anak- anak akan teralih kepada sesuatu yang
nyata. Simuntu sendiri terbuat dari bahan karisiakatau ijuk, akan tetapi
sekarang simuntu lebih banyak ditemukan menggunakan bahan terbuat dari karisiak
alasannya jika memakai ijuk akan terasa panas bahkan juga ditemukan simuntu
dengan kostum gorilla lengkap dengan topengnya.
Dalam penampilannya Simuntu dimeriahkan
dengan musik tradisional Minangkabau seperti tambua tansa, talempong, pupuik
bansi. Semua kalangan terlibat dalam kegiatan, mulai dari anak-anak hingga
orang dewasa. Simuntu menjadi pusat perhatian dan sesekali menghampiri penonton
dengan tujuan menakuti. Sesuai dengan perawakannya yang dimaknai masyarakat
sebagai sosok yang mengerikan, namun masyarakat terhibur dengan hal tersebut.
Dari keterangan yang diperoleh kegiatan ini rutin dilaksanakan pada saat hari
Raya Idul Fitri selama tiga hari berturut-turut diselingi dengan kegiatan
meminta sumbangan kepada para perantau yang datang. Mereka keliling kampung
untuk meminta sumbangan. Pendapatan yang diperoleh akan digunakan untuk
pembangunan nagari. Akan tetapi saat sekarang ini Simuntu lebih cenderung
digunakan sebagai untuk meminta sumbangan atau dikenal dengan sebutan
(Manambang) kemudian uang yang diperoleh digunakan untuk kepentingan pribadi.
Melalui pengamatan terhadap realitas yang terjadi penulis dapat menyimpulkan
bahwasannya kesenian Simuntu sebagai bentuk tradisi kesenian yang ekslusif
tidak lagi ditonjolkan, orientasi masyarakat juga turut bergeser hal ini
mengakibatkan perubahan fungsi pada tradisi tersebut
Saat
ini masyarakat Koto Gadang tidak lagi menggunakan Simuntu seperti sebelumnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan tradisi Simuntu telah mengalami
perubahan, baik itu dari segi materil maupun gagasan. Kegiatan Simuntu yang
biasanya dilakukan oleh seluruh kalangan umur sekarang hanya dilakukan oleh
anak-anak dan remaja mulai dari umur 6 hingga 17 tahun. Dari segi
pertunjukannya tidak lagi seperti dulu, tidak ada lagi iringan musik
tradisional, tidak adalagi gerakan-gerakan khas simuntu yang menghibur
masyarakat. Uang hasil kegiatan tidak lagi di sumbangan untuk nagari, serta
kegiatan tidak lagi terorganisir. Menurut Kingsley Davis, perubahan sosial
diartikan sebagai perubahan-perubahanyang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat.3 Perubahan sosial di dalam suatu masyarakat juga akan di ikuti oleh
perubahan budaya. Tidak bisa dipungkiri bahwa perubahan sosial dala masyarakat
Koto Gadang juga akan mempengaruhi perkembangan tradisi Simuntu. Perkembangan
tradisi Simuntumemberikan isyarakat terhadap perkembangan masyarakat setempat.
Oleh karena itu penulis memiliki rasa ingin tahu terhadap tradisi
Simuntu.Faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi serta bentuk perubahan
tradisi simuntu. Semoga melalui karya tulis ini pembaca maupun penulis dapat memahami
bagaimana tradisi Simuntuini mampu beradaptasi dengan tekanan yang terjadi
dalam struktur masyarakat.
Penelitian
ini bertujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan perkembagan Tradisi
Simuntu dan mengungkapkan bagaimana proses perubahan tradisi Simuntu serta
Faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dalam Tradisi
Simuntu.Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah; (1) secara teoritis,
penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pertama menghasilkan tulisan
ilmiah diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan peneliti dan
pembaca tentang adanya perubahan fungsi Tradisi Simuntu, Kedua dapat dijadikan landasan untuk penelitian yang leih mendalam; (2) secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan
pembaca tentang adanya perubahan fungsi Tradisi Simuntu, Kedua dapat dijadikan landasan untuk penelitian yang leih mendalam; (2) secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan
dalam
penelitian sejenis selanjutnya.
Penelitian
Ini dianalisis melalui teori Struktural Fungsional Talcot Parsons, yaitu teori
perubahan tindakan. Asumsi dasar teori ini adalah tindakan individu atau
masyarakat dipengaruhi oleh keadaan struktur sosial masyarakat itu sendiri.
Dalam penelitian ini dapat dilihat pada perubahan tindakan individu di dalam
masyarkat yang disebabkan oleh sistem sosial dan sistem kultural yang berubah metode
penelitian.
Penelitian
ini dilakukan di Nagari Koto Gadang VI Koto, tepatnya di Kecamatan Tanjung
Raya, Kabupaten Agam. Adanya fenomena perubahan fungsi dari tradisi Simuntu
merupkan daya Tarik peneliti untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yang berusaha mengungkapkan realitas
yang ada dilapangan. Teknik pengambilan informan yaitu dengan purposive
sampling. Penarikan informan penelitian dilakukan dengan sengaja dan peneliti
menentukan sendiri kriteria informan penelitian yaitu orang yang terlibat
maupun mengamati tradisi ini. Mulai dari pelaku tradisi Simuntu, ninik mamak,
ketua KAN dan perangkat nagari lainya. Setelah melakukan penelitian informan
berjumlah 20 orang.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.Jenis observasi dalam penelitian ini adalah observasi aktif, dimana peneliti terlibat langsung didalam objek penelitian. Observasi pasif, sewaktu pengumpulan data peneliti mengamati aktivitas informan dalam setiap kegiatan yang dilakukan pelaku tradisi Simuntuselama kegiatan berlangsung,Dalam kegiatan observasi peneliti banyak menemukan fakta-fakta menarik tentang tradisi Simuntu namun karna keterbatasan waktu peneliti hanya membahas sesuai dengan yang telah dirumuskan. Para pelaku simuntu menyambut dengan baik kehadiran peneliti ditengah-tengah kegiatan yang dilangsungkan. serta mengamati lingkungan sekitar, kondisi tempat dan lingkungan yang sedang terjadi. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara mendalam (Indeptinterview) dan wawancara bersifat bebas. Wawancara mendalam dilakukan kepada setiap informan yang dipilih dalam puposive sampling, pertanyaan yang diberikan kepada informan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah disediakan. Dengan poin-poin wawancara. Poin- poin wawancara tersebut dikembangkan lagi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan perubahan fungsi serta faktor penyebab terjadinya perubahan dalam tradisi Simuntu di Nagari Koto Gadang VI Koto. Untuk melengkapi data dokumentasi dilakukan dengan mengambil foto-foto, merekam suara, atau pun merekam video, catatan harian observasi dan catatan harian wawancara terkait dengan rumusan masalah. Untuk menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi data. Jenis triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu triangulasi sumber.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.Jenis observasi dalam penelitian ini adalah observasi aktif, dimana peneliti terlibat langsung didalam objek penelitian. Observasi pasif, sewaktu pengumpulan data peneliti mengamati aktivitas informan dalam setiap kegiatan yang dilakukan pelaku tradisi Simuntuselama kegiatan berlangsung,Dalam kegiatan observasi peneliti banyak menemukan fakta-fakta menarik tentang tradisi Simuntu namun karna keterbatasan waktu peneliti hanya membahas sesuai dengan yang telah dirumuskan. Para pelaku simuntu menyambut dengan baik kehadiran peneliti ditengah-tengah kegiatan yang dilangsungkan. serta mengamati lingkungan sekitar, kondisi tempat dan lingkungan yang sedang terjadi. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara mendalam (Indeptinterview) dan wawancara bersifat bebas. Wawancara mendalam dilakukan kepada setiap informan yang dipilih dalam puposive sampling, pertanyaan yang diberikan kepada informan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah disediakan. Dengan poin-poin wawancara. Poin- poin wawancara tersebut dikembangkan lagi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan perubahan fungsi serta faktor penyebab terjadinya perubahan dalam tradisi Simuntu di Nagari Koto Gadang VI Koto. Untuk melengkapi data dokumentasi dilakukan dengan mengambil foto-foto, merekam suara, atau pun merekam video, catatan harian observasi dan catatan harian wawancara terkait dengan rumusan masalah. Untuk menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi data. Jenis triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu triangulasi sumber.
B. Hasil
dan pembahasan Hasil
Peneliti
mengelompokan fase perubahan tradisi Simuntu menjadi dua yaitu fase zaman
kolonialisme belanda hingga orde baru dan fase orde baru hingga sekarang (2018).
Pada fase awal tradisi ini masih sebagai sebuah kesenian rakyat yang ekslusif.
Ditambah dengan sikap gotong royong masyarakatnya dalam mengangkat kegiatan
Simuntu. Sulitnya memperoleh bahan baku pembuatan kostum Simuntu membuat
masyarakat setempat bahu membahu untuk mencarinya ke dalam hutan. Selain itu
pelaksanaan tradisi ini masih dikelola oleh perangkat nagari. Sesuai dengan
aturan adat yang berlaku. Dalam fungsinya tradisi ini bertujuan untuk
mengumpulkan uang dari perantau atau masyarakat setempat guna pembangunan
Nagari, seperti jalan raya, surau, lapangan sepak garo, dan lain-lain. Menurut
sumber yang diperoleh tradisi Simuntudahulunya termasuk ke dalam seni
pertunjukan rakyat. Minimnya sarana hiburan dimasanya membuat Simuntumenjadi
pilihan utama. Dengan tingkahnya yang kocak ditambah dengan kostum yang unik
simuntu menjadi badut yang mengundang gelak tawa penontonnya. Kemudian dari
segi alat musik yang digunakan tergolong lengkap. Seperti gendang tambua, tansa,
talempong, dan pupuik bansi. Jika disimpulkan dalam fase ini tradisi Simuntu
memiliki fungsi sebagai sarana hiburan tradisional sekaligus alat dalam
mengumpulkan dana guna pembangunan nagari.
Proses
perubahan tradisi simuntu juga bisa kita lihat melalui fase Orde baru hingga
sekarang (2018) dari berbagai aspek banyak perubahan yang ditemukan. Dalam fase
ini tradisi Simuntu tidak bisa dikatakan sebagai kesenian rakyat yang ekslusif.
Dikarenakan alat musik pendukung tidak lagi digunakan. Fungsinya berbeda dengan
fase awal, pelaku simuntu menjadikan tradisi ini sebagai alat untuk memperoleh
pendapatan guna kebutuhan pribadi. Dari segi pelaksanaan tidak lagi dikelola
oleh pihak nagari, sehingga kegiatan menjadi tidak teroganisir. Pelaku tradisi
simuntu tidak lagi orang dewasa. Melainkan anak-anak hingga remaja. Uang yang
diperoleh tidak lagi disumbangkan kepada nagari, tetapi digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan pribadi.
Adapun
faktor penyebab dari perubahan tersebut peneliti membagi menjadi dua, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Kondisi internal masyarakat setempat juga
menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan dalam tradisi ini. Salah
satunya adalah Kondisi sosial budaya, masyarakat hidup dalam berbagai kondisi
seiring perkembangan zaman. Sebuah nilai yang dianut masyarakat dapat mengalami
pergeseran tergantung bagaimana kondisi struktur sosial masyarakat. kondisi ini
mempengaruhi bagaimana masyarakat dalam bertindak. Selain kondisi sosial
budaya, pengetahuan masyarakat terhadap tradisi ini juga menentukan bagaimana
upaya dalam mempertahankan nilai. Dalam penelitian yang dilakukan didapati
minimnya pengetahuan masyarakat terhadap tradisi ini. Dalam kasus ini berdampak
kepada bagaimana proses sosialisasi tradisi hingga pembudayaan dalam
masyarakat. analisisnya ketika hal ini terjadi maka pewarisan tradisi tidak
akan sempurna sehingga mengakibatkan adanya perubahan dalam tradisi tersebut.
Faktor internal lain yang megakibatkan perubahan tradisi ini adalah tuntutan
ekonomi masyarakat setempat. Tradisi simuntu saat ini dilaksanakan di saat
memontum lebaran Idul Fitri. Moment ini menjadi kesempatan bagi pelaku simuntu.
ditambah lagi dengan kebutuhan yang meningkat saat lebaran idul fitri. Dengan
demikian pelaku simuntu mensiasatinya dengan meminta sumbangan ke perantauan
atau pengguna jalan raya. Uang yang diperoleh dibagi kemudian digunakan untuk
kebutuhan pribadi.
Sedangkan
yang menjadi faktor eksternal yaitu kebijakan pemerintah pusat. Secara
tradisional masyarakat Minangkabau hidup secara berkelompok dalam suatu ikatan
genealogis dan territorial yang otonom dengan sistem pemerintahan yang bersifat
kolektif berdasarkan hukum adat. Kesatuan ini disebut dengan pemerintahan
Nagari. Pemerintahan nagari yang telah ada pada masyarakat Minangkabau nyaris
hilang secara De Jure sejak diberlakukannya kebijakan UU Nomor 5 Tahun 1979.
Mengenai bentuk pemerintahan terendah yaitu desa. Sehingga Nagari terpecah
kedalam bentuk desa. Hal ini membuat nagari-nagari maupun desa di seluruh
Indonesia mengalami perubahan yang mendasar semenjak Orde Baru. Masyarakat
Nagari Koto gadang mengalami distorsi dalam sistem sosial maupun budaya yang
telah lama mereka anut. Nagari Minangkabau kehilangan eksistensi lembaga adat
yang mengatur segala hukum adat. Namun di sisi lain pembangunan menjadi pusat
perhatian pemerintah sehingga menjadikan masyarakat nagari Koto Gadang antusias
dalam pemanfaatan dana pembangunan daerah dari pemerintahan pusat.
Jatuhnya
rezim pemerintahan orde baru telah membawa perubahan dari sentralistik ke
desantralistik. Pemerintah kemudian mengeluarkan UU Nomor 22 tahun 1999 yang
memberikan peluang untuk kembali ke sistem pemerintahan nagari. Hal ini tidak
serta merta mengembalikan sepenuhnya nilai-nilai yang terkandung dalam
pemerintahan nagari sebelumnya. Akibatknya munculnya nagari dengan sistem
pemerintahan yang modern. Munculah dualisme dalam lembaga pemerintahan yaitu
KAN dan Wali Nagari. KAN mengurusi perihal adat dan wali nagari menurusi
administrasi pemerintahan. Silih bergantinya kebijakan pusat mengakibatkan
tradisi Simuntu kehilangan lembaga yang biasanya menjadi pegelola kegiatannya.
A.A, Navis melihat dan mengemukaan bahwa kehilangan nagari dalam lokus
masyarakat Minangkabau, pada dasarnya telah mengakibatkan degregasi dan
distorsi nilai dalam masyarakat tersebut.5 Tidak hanya pada lingkup kebudayaan
besar pada masyarakat minangkabau, perubahan ini juga berdampak pada tradisi kesenian
seperti tradisi Simuntu.
Kondis
perkembangan zaman juga menjadi faktor penyebab perubahan tradisi Simuntu.
Inilah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat nagari Koto Gadang. Saat
sekarang tidak ada hambatan dalam mengakses konten hiburan, semuanya dalam
gengaman. Anak-anak sekarang lebih menyukai permainan game online, dan orang
dewasa lebih menyukai tayangan di Televisi. Dalam hal berkomunikasi tidak lagi
dibatasi ruang dan waktu. Beragam sosial media dapat diakses melalui ponsel
canggih masa kini. bagi masyarakat tradisional kebersamaan merupakan hal yang
penting pesta rakyat, pentas seni, hingga pertunjukan yang sifatnya tradisional
menciptakan harmonindalam keakraban masyarakat. Perubahan tindakan masyarakat
menentukan bagaimana perkembangan sebuah tradisi. Dengan demikian kondisi
sosial dan budaya sangat menentukan bagaimana masyarakat bertindak terhadap
unsur-unsur kebudayaannya. Akibat dari perubahan tindakan tersebut maka
mempengaruhi fungsi serta bentuk dari tradisi Simuntu.
C. Pembahasan
Perubahan
Sosial menurut Mac Iver merupakan bagian dari perubahan-perubahan dalam
hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubunga sosial.
Perubahan sosial juga dapat diartikan segala pergeseran dalam struktur maupun
proses sosial meliputi aspek sosial dan budaya. Dalam memahami perubahan sosial
kita tidak bisa lepas dari pembahasan waktu. Masyarakat ada setiap saat dari
masa lalu hingga ke masa depan. Untuk mengkaji perubahan melalui aspek dimensi
waktu terlebih dahulu kita peru mengkaji kondisi pada masa lalu, seprti yang
dikutip dalam buku karangan Piotr Sztopmka “dalam memahami dinamika sebuah
tradisi pertanyaan lebih mendasar bukan mengapa tradisi tersebut berubah,
tetapi mengapa tradisi itu ada dan untuk apa” (2004: 74). Tradisi Simuntu
sendiri merupakan tradisi kesenian asli dari daerah Minangkabau. Jauh sebelum
Indonesia merdeka sejumlah kesenian tradisional Minangkabau masih tetap
dilaksanakan dalam bentuk yang ekslusif namun seiring berjalannya waktu serta
kebutuhan masyarakat yang kian kompleks, dalam perkembanganya suatu tradisi
akan mengalami perubahan, baik itu dalam segi bentuk maupun fungsi. Perubahan
Fungsi merupakan peralihan atau keadaan yang berubah. Perubahan fungsi yang
dimaksud adalah perubahan-perubahan yang terjadi karena adanya perubahan pola
pikir masyarakat yang semakin berkembang.
Menurut Parsons, tindakan individu atau kelompok dipengaruhi oleh kondisi struktur sosial mayarakatnya. Dalam hal ini erat kaitannya dengan skema AGIL yang dikemukakannya sebelumnya. Individu memiliki peranan dalam mengambil tindakan dalam rangka menjaga keseimbangan sistem. Parsons dalam teori perubahan tidakannya mengelompokan tipe tipe tindakan menurut kondisi masyarakat. Teori ini kemudiaan menjadi pisau analisis peneliti, dapat dilihat bagaimana proses perubahan tindakan masyarakat sesuai dengan pengelompokannya. Affective versus Affective Neutrality Tradisi Simuntu sebelumnya tradisi Simuntu digunakan sebagai hiburan tradisional lengkap dengan musik tradisional. Namun pada saat sekarang ini tradisi Simuntu dilaksanakan tanpa adanya suasana yang merajuk ke iburan tradisional. Artinya masyarakat mengadakan kegiatan tanpa adanya unsur pemenuhan kebutuhan emosional, akan tetapi lebih cendrung digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi. Collective orientation Versus Self-Orientasi sebelumnya tradisi Simuntu digunakan sebagai media dalam meminta sumbangan kepada perantau yang pulang dan hasil dari pendapatan tersebut akan disumbangkan ke kas nagari guna pembangunan infrastruktur nagari.
Menurut Parsons, tindakan individu atau kelompok dipengaruhi oleh kondisi struktur sosial mayarakatnya. Dalam hal ini erat kaitannya dengan skema AGIL yang dikemukakannya sebelumnya. Individu memiliki peranan dalam mengambil tindakan dalam rangka menjaga keseimbangan sistem. Parsons dalam teori perubahan tidakannya mengelompokan tipe tipe tindakan menurut kondisi masyarakat. Teori ini kemudiaan menjadi pisau analisis peneliti, dapat dilihat bagaimana proses perubahan tindakan masyarakat sesuai dengan pengelompokannya. Affective versus Affective Neutrality Tradisi Simuntu sebelumnya tradisi Simuntu digunakan sebagai hiburan tradisional lengkap dengan musik tradisional. Namun pada saat sekarang ini tradisi Simuntu dilaksanakan tanpa adanya suasana yang merajuk ke iburan tradisional. Artinya masyarakat mengadakan kegiatan tanpa adanya unsur pemenuhan kebutuhan emosional, akan tetapi lebih cendrung digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi. Collective orientation Versus Self-Orientasi sebelumnya tradisi Simuntu digunakan sebagai media dalam meminta sumbangan kepada perantau yang pulang dan hasil dari pendapatan tersebut akan disumbangkan ke kas nagari guna pembangunan infrastruktur nagari.
Pada
saat sekarang ini masyarakat Koto Gadang melaksanakan tradisi simuntu tetap
melakukan kegiatan meminta sumbangan namun digunakan untuk kepentingan pribadi.
Ini adalah bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat, sehingga tujuan utamanya
agar tradisi ini masih tetap hidup dan berkebang di nagari tersebut.
Universalism versus particularism. Melaksanakan tradisi ini bagi masyarakat
nagari Koto Gadang adalah sebuah rutinitas. Seluruh masyarakat lebur dalam
suasana kebahagiaan dalam penampilan Simuntu di hiburan-hiburan rakyat yang
diselenggarakan Nagari. Baik itu pihak nagari sebagai pengawas dan masyarakat
sebagai pelaku dan partisipasi dalam tradisi. Dahulunya kriteria dalam
pelaksanaan tradisi simuntu harus orang dewasa sebagai pelaku, kemudian pemeran
dari simuntu sendiri adalah orang yang memiliki keterbelakangan mental. Hal ini
dikarenakan untuk menjadi simuntu adalah suatu hal yang dinggab memalukan.
Namun pada saat sekarang ini pelaku tradisi simuntu hanya dilakukan oleh
kalangan anak-anak dan remaja, dan untuk pelakunya dilakukan oleh orang-orang
normal, karena untuk menjadi pemeran simuntu tidak lagi dianggap hal yang
memalukan. Dalam momentum lebaran anak-anak dan remaja memanfaatkan kedatangan
perantau untuk mendapatkan keuntungan dikarenakan di moment hari raya Idul
Fitri anak-anak dan remaja memiliki kebutuhan yang tidak seperti biasanya,
misalnya membeli baju lebaran, uang jajan saat lebaran yang meningkat, dan
membeli mainan ataupun asesoris lainnya. Hal ini menunjukan kebutuhan sistem
ketika berhubungan dengan lingkunganya.
Quality
versus performance hari ini simuntu hanya dimainkan oleh beberapa kelompok yang
rata rata pemuda nagari. Permainan simuntu tiadak lagi diiringi musik-musik
tradisional. Melainkan dengan lagu yang diputar oleh pengeras suara. Saat
penampilan simuntu hanya menari ditepi jalan kemudian beberapa pengering
memakai kardus untuk menghentikan kendaraan yang lewat dan meminta
sumbangan.Diffusness Versus SpecifitySimuntu bersifat diffusness, dalam
penyelenggaraan tradisi simuntu dibutuhkan property, peralatan, dan
komponen-komponen yang sulit didapatkan. Simuntu membutuhkan banyak ijuk yang
pada masa itu hanya bisa ditemukan di hutan. Oleh karena itu dibutuhkan banyak
waktu. Dan tradisi Simuntu pada saat sekarang ini lebih bersifat spesifik,
karena tradisi simuntu digunakan untuk meminta sumbangan guna memperoleh
keuntungan pribadi dan bukan lagi untuk kepentingan kebersamaan dan fungsi
hiburan. Selain itu pelaksanaan tradisi simuntu bersifat terbatas karna
dilakukan hanya oleh kalangan anak anak dan remaja dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat Koto Gadang.
Penutup Jika dianalisis dengan teori perubahan tindakan dalam paradigma struktural fungsional menekankan bahwa segala tindakan individu terjadi akibat dari kondisi struktur sosial masyakat dengan tujuan tetap menjaga sistem dalam kondisi yang seimbang. Namun dalam upaya mencapai kondisi tersebut sistem mutlak harus memiliki kemampuan adaptif, meskipun didalamya ditemukan perubahan dalam hal ini sifatnya evolusi. Maka dari hasil penelitian telah dijelaskan bahwa perubahan tradisi simuntu diakibatkan oleh perubahan tindakan masyarakat yang dilatarbelakangi kondisi-kondisi baik itu internal maupun eksterna.penelitianini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembagan Tradisi Simuntu dan mengungkapkan bagaimana proses perubahan tradisi Simuntu serta Faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dalam Tradisi Simuntu.
Penutup Jika dianalisis dengan teori perubahan tindakan dalam paradigma struktural fungsional menekankan bahwa segala tindakan individu terjadi akibat dari kondisi struktur sosial masyakat dengan tujuan tetap menjaga sistem dalam kondisi yang seimbang. Namun dalam upaya mencapai kondisi tersebut sistem mutlak harus memiliki kemampuan adaptif, meskipun didalamya ditemukan perubahan dalam hal ini sifatnya evolusi. Maka dari hasil penelitian telah dijelaskan bahwa perubahan tradisi simuntu diakibatkan oleh perubahan tindakan masyarakat yang dilatarbelakangi kondisi-kondisi baik itu internal maupun eksterna.penelitianini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembagan Tradisi Simuntu dan mengungkapkan bagaimana proses perubahan tradisi Simuntu serta Faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dalam Tradisi Simuntu.
Daftar
pustaka
Burhan
Bungin.(2003).Data Penelitian Kualitatif. Jakarta. PT Rsaja Grafindo Persada.
Sztompka,
Piort. (1993). Sosiologi Perubahan Sosial. Trj. Alimandan. Jakarta: Prenada
Media.
Dt,
Tumandaro. (2014). Monografi Adat Nagari Koto Gadang VI Koto. Padang: Arema
Ibrahim.(2010).
Kembali ke Nagari Rekonstruksi Masyarakat: Adat Basandi Syarakat, Syarak Basandi
Kitabullah.Padang:Al Humayah, Vol 11
Radjab,
Muhammad. (1954) Perang Paderi di Sumatra Barat. Jakarta. Perpustakaan
Perguruan.
Komentar
Posting Komentar