Tanpa Atap Tanpa Tembok Tapi Menghangatkan


Sebuah Cerpen 


Didedikasikan untuk keluarga besar Wakesma FIS UNP

Anda tau apa arti tentang rumah? Ada yang bilang rumah adalah  tempat kita kembali, sejauh apa pelarian mu lambatlaun pasti akan pulang. Tapi apakah rumah yang membuat mu ingin pulang? Bukan, melankan orang-orang yang pernah bersama mu di rumah tersebut. Rumah bukan sekedar tempat berteduh, tapi tempat bergemanya sebuah cinta dan kasih sayang. Rumah mirip seperti permen gulali yang empuk dan manis.
            Agustus 2014 saya resmi berstatus sebagai mahasiswa disalah satu perguruan tinggi negri di kota Padang. Bukannya bersyukur tapi malah mengumpat, apa yang terjadi? Ini adalah sebuah ketersesatan. Saya kira nantinya akan duduk manis di kampus selatan, ya itu sebutan kami untuk Fakultas Bahasa dan Seni. Dikutip dari lirik lagu ciptaan Asnam Rasyid, “Kampus selatan alam nya permai, kampus damai suka derita, dan tawa renyai menambah rasa percaya diri”. Yaa memang seperti itu, sebelumnya kita calon maba saat mengikuti SBMPTN diberi tiga pilihan untuk jurusan yang diminati. Maka saya tetapkan pilihan Sendratasi, Dkv, dan Sosiologi, alangkah terkejutnya ketika saya tau kalau hari itu saya lulus di jurusan Sosiologi. Satu tahun terdampar di kampus merah, Fakultas Ilmu Sosial, resah membosankan dan begitu sepi.
Saya sangat tertarik dengan SENI, tapi butuh rekan yang satu ketertarikan. Satu tahun ke kampus hanya untuk belajar. Serasa hidup tiada warna, tapi bukan berarti nilai Ipk saya buruk, ini persolan yang berbeda. Anda tau menjadi mahasiswa bukan sekedar duduk di bangku kemudian pulang, tapi lebih dari itu anda harus menemukan rumah yang sekiranya bisa berbagi ketertarikan dan kasih sayang.
Sore itu cuaca sangat panas, sayup-sayup terdengan suara laki-laki yang memanggil ku. Kening berkerenyut sambil berkata dalam hati “ siapa?” kemudia saya hampiri dan terlihat lelaki dengan kulit sawo matang tinggi dan cakap dalam bicara. Kemudian dia mengajak saya untuk bergabung dengan komunitas nya, yaitu Kelas Musik. Sangat senang hari itu, dan tak lama berselang datang lagi laki-laki gemuk hitam,  yang sering bicara kotor dan uniknya dia sangat cerdas. Haha iyaa, pandai sekali berbacara satir dan tidak menyinggung. Kami ngobobrol panjang lebar saling mengenal satu sama lain. Sampai akirnya saya kenal dengan teman dari para bujangan tadi. Wah sungguh senang, ditambah saya dibuatkan team untuk latihan musik di kampus.
Memulai latihan perdana, hari itu saya baru kenal dengan beberapa anggota lain. Seperti Rudi, Obey, Via, Suci, Deka, dan masih bayak lagi, lagian susah kalau disebutkan satu-satu. Paling tidak mereka yang diseutkan tadi satu team dengan saya. Jalan belibis, yaa itu lokasi biasa kami latihan. Sekarang studionya sudah tidak ada lagi, banyak kisah dilokasi tersebut. Salah satunya gempa yang melanda kota padang sekitar bulan oktober 2015. Lumayan Kencang tapi tidak merusak bangunan. Ketika kondisi sudah tenang kami bersiap-siap masuk studio, tak lama kemudian datang segerombolan manusia berlarian dari arah barat. Heran, dan ternyata gempa barusan berpotensi tsunami. Sotak kami berhamburan lari ke arah timur. Hahaha menengangkan, padahal beberapa hari lagi kami akan mengikuti seleksi band pengisi acara dislah satu fakultas di kampus. Bersyukur tidak terjadi apa-apa, hanya berpotensi tsunami, tapi anggab saja itu shock terapi. Syukur kami ikut seleksi dan lolos, perdana bagi saya ngeband kembali setalah sekian lama tidak, wah rasanya seperti sudah semalaman menahan kencing.
Makin lama berproses makin hanyut bersama mereka, hingga kami bersama-sama mengubah komunitas ini naik menjadi organisasi kampus. Tepat dibulan 10 desember 2016 wakesma diresmikan sebagai satu-satunya unit kegiatan kesenian di Fakultas kami. Luarbisa sekali, kekampus bekan sekedar duduk di lokal belajar dan mencatat. Kampus serasa halaman rumah yang sangat besar, loncat kesini kemari, tertawa kedepan dan kebelakang. Sekita terlitas dibenak saya, seni ternyata tidak harus sebgai akadimis, cukup bercengkrama dengan manusia-manusia satu hobi. Perlahan-lahan mualai menerima sebagai mahasiswa kampus merah, sangat bersyukur, selain pengetahuan seni bertambah, saya juga bisa belajar pengetahuan  baru, sosiologi. Ternyata jalan hidup yang kita anggab tersesat pada dasarnya  benar. 

Wakesma perdana dipimnpin oleh senior kami namanya Irfan, lebih lengkapnya Irfan. S.Pd. tapi cuman sebentar, beliau lansung menamatkan diri dan diwisuda ditahun itu juga. Akhirnya saya diamanahkan untuk melanjutkan kepemimpinan di wakesma. Selama satu periode dikawal oleh bujangan sarkas tadi, ilmunya kodok tapi efektif. Beragam kegiatan kami adakan, mulai dari acar kelasan kaki lima hingga kelasan indor. Hinga wakesma dengan semnagat seluruh anggota menjadi UK terfaforit selama dua periode. Ya sangat bangga bisa kenal dengan mereka, sangat senang bisa pernah punya teman seperti mereka. Ini yang aku sebut dengan rumah, meskipun tidak ber-atap tapi penghuninya meneduhkan, meskipun tidak bertembok tapi penghuninya selalu menjaga. Ketika kami berkumpul serasa ada kobaran api yang menjaga kehangatan.
Desember 2017 saya resmi demisioner, tidak masalah karna saya sudah mempersiapkan sosok leader baru untuk wakesma. Wakesma semakin menjadi, mulai membangun diplomasi baik itu internal kampus maunpun instansi-instansi. Ketika demisioner saya berkesempatan menjadi dewan tertinggi sebagai anggota kehormatan dan anggota penasehat organisasi. Saya tetap membimbing adik-adik untuk tetap meramaikan rumah. Candaan kami yang unik sesekali membuat orang-orang risih, hahaha iya. Mungkin tidak perlu dijelaskan anggab saja kami sudah sangat akrab apapun bisa terlontar dari mulut ini. Tak ada bedanya mau laki-laki mau perempuan sama saja, kami semua sama. Begitulah budaya yang secara alamiah tercipta di organisasi kami yang jelas jangan bawa perasaan.

 Kami punya tengkrongan sakral yang sekarang sudah dijamahi oleh anak-anak organisasi lain. Dahulu tidak ada yang berani nongkrong disana, orang-orang tau itu tempatnya anak Wakesma. Tapi sekarang sudah berubah, bukan hanya masalah tempat nogkrong tapi juga maslah keakraban. Entah umur ini kian tua hingga tidak sempat lagi mengenali junior-junior baru. Tapi sekarang aku ingin pulang menyapa keluarga, tapi rumah ku sudah tidak se hangat dulu. Tapi tetap saja aku ingin pulang, beberapa waktu lalu saya melihat banhak wajah-wajah baru. Wajah-awajah junior angkata baru wakesma, mereka baik tapi sepertinya masih canggung. Kawan-kawan wakesma, adik-adik ku wakesma, ingat rumah bukan sekedar bangunan, tapi lebih dari itu. Rumah adalah keluarga, meskipun kita berhimpun disuatu wadah yang bukan dalam artian bangunan tapi seperti yang saya katakan tadi “meskipun tidak ber-atap tapi penghuninya meneduhkan, meskipun tidak bertembok tapi penghuninya selalu menjaga”. Salam rindu dari sesorang yang pernah mati-matian menjaga keluarga ini. Jika ada diantara adik-adik yang ada kesalah pahaman maka perbaiki lah lagi, jika hanya sekedar waktu yang membuat kita renggang maka itu bukan masalah namun sebaliknya. Sekali lagi aku ingin pulang!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Seni? Sebuah Pendekatan Ontologi

Kampus tidak Selucu itu (Refleksi dan Proyeksi)

Perubahan Fungsi Tradisi Simuntu dalam Kehidupan Masyarakat Koto Gadang VI Koto